Mungkin
sudah tidak ada lagi yang asing dengan istilah natal. Setiap tahun umat
kristiani pasti merayakannya. Bahkan setuju atau tidak, non kristiani pun
secara tidak sadar ikut merayakannya melalui libur panjang yang diterima. Artinya
natal bukanlah sesuatu hal yang baru karena semua orang pasti mengetahui
mengenai natal, baik secara sederhana maupun secara kompleks. Setiap bulan
Desember pasti dipenuhi hal-hal berbau natal seperti pohon natal yang dihias
dengan cantiknya, kue-kue kering yang disusun sebegitu rapinya di ruang meja,
dan baju baru dilengkapi dengan diskon natal di berbagai tempat perbelanjaan.
Setiap rumah ditata, dibersihkan, dihias demi menyambut natal. Tak lupa,
ibu-ibu mempersiapkan masakan andalan untuk menjamu tamu yang hendak
bersilahturahmi. Natal sungguh disambut dengan begitu antusias oleh mayoritas.
Tanpa
disadari, semarak natal yang demikian yang selalu berputar setiap tahunnya. Tahun
demi tahun, Hingga pada akhirnya, natal
hanya menjadi sebuah rutinitas bagi yang merayakannya. Bahkan slogan-slogan
seperti : “Tidak ada baju baru, tidak ada natal! ” atau “bukan natal namanya
kalau pohon natal tidak dihias dengan mewah”, dan banyak lagi slogan-slogan
lainnya digembor-gemborkan yang menghilangkan makna dari natal itu sendiri. Apakah
makna natal sesungguhnya? Apakah natal
adalah sebuah perayaan mewah sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat
ikut andil di dalamnya? Sebelum kita melakukan sesuatu tindakan alangkah
baiknya memikirkan terlebih dahulu mengapa kita melakukannya. Mengapa kita
merayakan natal? Apakah sekedar mengikuti aktivitas gereja secara rutin? Atau apakah
sebagai wadah memperlihatkan baju baru yang baru kita beli?
Natal
berarti menyambut kelahiran sang Juruslamat. Allah dengan segala kemaha-kuasaanNya
rela merendahkan diri-Nya berinkarnasi menjadi seorang bayi manusia. Dia yang
adalah pemilik bahkan pencipta segala sesuatu yang ada di Dunia. Pernahkah kita
memikirkan hal ini? Siapa manusia sehingga dia sampai hati merendahkan diri-Nya?
Ini bahkan hanya sebagian kecil dari wujud kesederhanaan yang Allah tunjukkan
kepada manusia.
Ketika
merenungkan hal ini, saya kemudian disadarkan bahwa natal sesungguhnya
melambangkan kesederhanaan. Kesederhanaan yang dimaksud adalah kesiapan hati dalam
menyambut kedatangan-Nya. Kesiapan hati untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan
dan menyadari bahwa saya adalah manusia yang berdosa yang membutuhkan penebusan-Nya.
Kesiapan hati untuk mengakui segala kelemahan diri dan bergantung sepenuhnya di
dalam Kristus.
Apakah
ini artinya kita tidak boleh memakai baju baru saat natal? Atau tidak boleh
menghias pohon natal dengan mewah? Tidak ada larangan untuk memakai baju baru
saat natal atau pun menghias pohon natal. Tapi, bukan hal tersebut yang menjadi
fokus utamanya. Fokus utama natal adalah Kristus dan karya penebusan-Nya. Natal
adalah sebuah kesempatan untuk merenungkan kembali mengenai pengorbanan Kristus
sang Juruslamat bagi umat manusia. Natal
menjadi kesempatan bagi kita untuk bersyukur karena telah menerima penebusan
yang Tuhan berikan secara cuma-cuma. Natal juga menjadi kesempatan untuk bersukacita
karena telah dibebaskan dari belenggu dosa. Kita sudah dibebaskan! Kita sudah tidak
lagi menjadi budak dosa melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Oleh sebab
itu, ketika kita benar-benar merenungi fokus utama natal itu sendiri,
implikasinya akan berbeda. Dengan menyadari bahwa karena anugerah-Nya kita
telah menerima keselamatan maka Roh kudus senantiasa mentransformasi kita menjadi pribadi yang
baru. Misalnya, menjadi pribadi yang semakin rendah hati, mau memaafkan, atau
pun dapat mengalahkan dosa favorit yang mengakar dalam diri kita. Kiranya natal
kali ini kita benar-benar merenungkan fokus utama dari natal itu sendiri, bukan
sebagai perayaan rutinitas tahunan.
Selamat natal!
Have a joyful Christmas!