Sabtu, 08 Februari 2020

Refleksi : Perayaan Natal



Mungkin sudah tidak ada lagi yang asing dengan istilah natal. Setiap tahun umat kristiani pasti merayakannya. Bahkan setuju atau tidak, non kristiani pun secara tidak sadar ikut merayakannya melalui libur panjang yang diterima. Artinya natal bukanlah sesuatu hal yang baru karena semua orang pasti mengetahui mengenai natal, baik secara sederhana maupun secara kompleks. Setiap bulan Desember pasti dipenuhi hal-hal berbau natal seperti pohon natal yang dihias dengan cantiknya, kue-kue kering yang disusun sebegitu rapinya di ruang meja, dan baju baru dilengkapi dengan diskon natal di berbagai tempat perbelanjaan. Setiap rumah ditata, dibersihkan, dihias demi menyambut natal. Tak lupa, ibu-ibu mempersiapkan masakan andalan untuk menjamu tamu yang hendak bersilahturahmi. Natal sungguh disambut dengan begitu antusias oleh mayoritas.
Tanpa disadari, semarak natal yang demikian yang selalu berputar setiap tahunnya. Tahun demi tahun,  Hingga pada akhirnya, natal hanya menjadi sebuah rutinitas bagi yang merayakannya. Bahkan slogan-slogan seperti : “Tidak ada baju baru, tidak ada natal! ” atau “bukan natal namanya kalau pohon natal tidak dihias dengan mewah”, dan banyak lagi slogan-slogan lainnya digembor-gemborkan yang menghilangkan makna dari natal itu sendiri. Apakah makna natal sesungguhnya?  Apakah natal adalah sebuah perayaan mewah sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat ikut andil di dalamnya? Sebelum kita melakukan sesuatu tindakan alangkah baiknya memikirkan terlebih dahulu mengapa kita melakukannya. Mengapa kita merayakan natal? Apakah sekedar mengikuti aktivitas gereja secara rutin? Atau apakah sebagai wadah memperlihatkan baju baru yang baru kita beli?
Natal berarti menyambut kelahiran sang Juruslamat. Allah dengan segala kemaha-kuasaanNya rela merendahkan diri-Nya berinkarnasi menjadi seorang bayi manusia. Dia yang adalah pemilik bahkan pencipta segala sesuatu yang ada di Dunia. Pernahkah kita memikirkan hal ini? Siapa manusia sehingga dia sampai hati merendahkan diri-Nya? Ini bahkan hanya sebagian kecil dari wujud kesederhanaan yang Allah tunjukkan kepada manusia.
Ketika merenungkan hal ini, saya kemudian disadarkan bahwa natal sesungguhnya melambangkan kesederhanaan. Kesederhanaan yang dimaksud adalah kesiapan hati dalam menyambut kedatangan-Nya. Kesiapan hati untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan dan menyadari bahwa saya adalah manusia yang berdosa yang membutuhkan penebusan-Nya. Kesiapan hati untuk mengakui segala kelemahan diri dan bergantung sepenuhnya di dalam Kristus.
Apakah ini artinya kita tidak boleh memakai baju baru saat natal? Atau tidak boleh menghias pohon natal dengan mewah? Tidak ada larangan untuk memakai baju baru saat natal atau pun menghias pohon natal. Tapi, bukan hal tersebut yang menjadi fokus utamanya. Fokus utama natal adalah Kristus dan karya penebusan-Nya. Natal adalah sebuah kesempatan untuk merenungkan kembali mengenai pengorbanan Kristus sang Juruslamat  bagi umat manusia. Natal menjadi kesempatan bagi kita untuk bersyukur karena telah menerima penebusan yang Tuhan berikan secara cuma-cuma. Natal juga menjadi kesempatan untuk bersukacita karena telah dibebaskan dari belenggu dosa. Kita sudah dibebaskan! Kita sudah tidak lagi menjadi budak dosa melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Oleh sebab itu, ketika kita benar-benar merenungi fokus utama natal itu sendiri, implikasinya akan berbeda. Dengan menyadari bahwa karena anugerah-Nya kita telah menerima keselamatan maka Roh kudus senantiasa  mentransformasi kita menjadi pribadi yang baru. Misalnya, menjadi pribadi yang semakin rendah hati, mau memaafkan, atau pun dapat mengalahkan dosa favorit yang mengakar dalam diri kita. Kiranya natal kali ini kita benar-benar merenungkan fokus utama dari natal itu sendiri, bukan sebagai perayaan rutinitas tahunan.

Selamat natal!
Have a joyful Christmas!